Monday, June 18, 2007

Ganja, Opium, dan Koka


DI Kompas hari Rabu, 27 April 2005, halaman 3 terpampang foto empat petani Afganistan sedang berada di tengah hamparan ladang opium. Foto yang diambil wartawan Associated Press itu memang sangat indah dan jelas menunjukkan ladang opium. Namun, teks foto yang dibuat oleh Kompas menyebut sampai enam kali bahwa itu ladang ganja meski diberi penjelasan dalam tanda kurung sebagai opium. Penjelasan ini menunjukkan bahwa tanaman ganja sama dengan opium, jadi dianggap opium dan ganja bersinonim. Padahal, ganja dan opium merupakan tanaman yang berbeda.
Ganja atau mariyuana (Cannabis sativa) adalah keluarga rami. Tanaman semusim ini bisa setinggi dua meter. Berdaun menjari dengan bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda, berumah dua. Bunganya kecil-kecil dalam dompolan di ujung ranting. Ganja hanya tumbuh di pegunungan tropis dengan elevasi di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia ganja dibudidayakan secara ilegal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Biasanya ganja ditanam pada awal musim penghujan, menjelang kemarau sudah bisa dipanen hasilnya.
Hasil panen ganja berupa daun berikut ranting dan bunga serta buahnya berupa biji-biji kecil. Campuran daun, ranting, bunga, dan buah yang telah dikeringkan inilah yang biasa dilinting menjadi rokok mariyuana. Narkotik dalam mariyuana bisa mendatangkan efek halusinasi bagi pengisapnya. Kalau bunga betinanya diekstrak, akan dihasilkan damar pekat yang disebut hasyis. Hasyis ini juga bisa diisap seperti halnya mariyuana dengan efek halusinasi yang lebih hebat.
Opium, poppy, atau candu (Papaver somniferum) jelas berbeda dengan ganja. Opium juga merupakan terna semusim, yang hanya bisa dibudidayakan di pegunungan kawasan subtropis. Tinggi tanaman hanya sekitar satu meter. Daunnya jorong dengan tepi bergerigi. Bunga opium bertangkai panjang dan keluar dari ujung ranting. Satu tangkai hanya terdiri dari satu bunga dengan kuntum bermahkota putih, ungu dengan pangkal putih serta merah cerah. Bunga opium sangat indah hingga beberapa spesies papaver lazim dijadikan tanaman hias. Buah opium berupa bulatan sebesar bola pingpong berwarna hijau.
Buah opium yang dilukai dengan pisau sadap akan mengeluarkan getah kental berwarna putih. Setelah kering dan berubah warna menjadi cokelat, getah ini dipungut dan dipasarkan sebagai opium mentah. Opium mentah ini bisa diproses secara sederhana hingga menjadi candu siap konsumsi, untuk diisap. Kalau getah ini diekstrak lagi, akan dihasilkan morfin. Dalam dunia medis, morfin digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang sudah tidak bisa ditanggulangi analgesik biasa.
Morfin yang diekstrak lebih lanjut akan menghasilkan heroin. Limbah ekstraksi ini kalau diolah lagi akan menjadi narkotik murah seperti "sabu". Tanaman opium yang berasal dari kawasan pegunungan Eropa Tenggara ini sekarang telah menyebar sampai ke Afganistan dan "segitiga emas" perbatasan Myanmar, Thailand, dan Laos. Di Indonesia bunga poppy yang tidak menghasilkan narkotik banyak ditanam di kawasan pegunungan seperti Cipanas (Jabar), Bandungan (Jateng), Batu dan Ijen (Jatim).
Selain ganja dan opium, dunia pernarkotikan masih mengenal satu tumbuhan penghasil narkotik lagi, yakni tanaman koka (Erythroxylum coca). Koka merupakan tumbuhan asli Amerika Latin. Masyarakat Indian purba di Pegunungan Andes sudah terbiasa mengunyah daun koka untuk meningkatkan daya tahan tubuh ketika berjalan kaki dalam cuaca sangat dingin. Koka merupakan perdu berkayu, tanaman tahunan, yang tumbuh di kawasan pegunungan hutan tropika basah.
Koka dipanen daunnya untuk diekstrak menjadi kokain. Meskipun kualitas ekstraksi berbeda-beda, hasilnya tetap disebut kokain. Ganja, opium, dan kokain merupakan tiga serangkai tanaman penghasil narkotik. Meskipun sama-sama menghasilkan narkotik, ganja jelas berbeda dengan opium. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga jelas tercantum entri ganja, opium, dan koka yang merupakan tumbuhan yang berbeda-beda dengan habitat yang berbeda-beda pula.

No comments: