Thursday, June 14, 2007

Ke Kampus IPDN Jelang Penentuan Nasib oleh Presiden

Ritual Makan di Gedung Menza Tak Lagi Protokoler Presiden SBY segera mengambil opsi untuk menentukan nasib IPDN mendatang. Menjelang putusan itu, kehidupan kampus IPDN di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, dirombak total. Kampus calon pamong praja itu tak lagi tertutup seperti Kota Terlarang. IBNU YUNIANTO, SumedangDering bel berbunyi pukul 12.30. Jam kuliah usai dan waktu makan siang tiba. Seperti sudah dikomando, serentak 4.660 praja -sebutan mahasiswa IPDN- berbaris menurut angkatan dari lapangan parade ke ruang makan di lantai 2 gedung Menza. Gedung berbentuk segitiga yang diapit gedung perkuliahan dan barak-barak praja itu sebenarnya bernama Gedung Nusantara. Namun, praja lebih mengenal Menza -penggalan kata menzana in corpore sano (dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat). Dulu acara makan bukan ritual biasa bagi praja. Itu adalah upacara di dalam gedung. Karena upacara, tentu ada aturan, tata tertib, dan etika. Seperti layaknya upacara pengibaran bendera, posisi peserta upacara juga harus diatur. Wasana praja (mahasiswa tingkat IV) duduk di deretan kursi paling timur, membujur utara-selatan. Nindya praja (mahasiswa tingkat III) duduk di deret paling barat. Mereka mengapit deretan kursi bagi madya praja (tingkat II) dan muda praja (tingkat I) yang berada di tengah. Setelah semua praja duduk, pejabat-pejabat Wahana Bina Praja hadir di Menza. Mereka memiliki deretan kursi khusus yang terpisah dengan "rakyatnya". Eksekutif praja itu duduk menghadap utara, ke deretan meja praja. Kursi mereka dinaungi lambang negara Garuda Pancasila serta foto presiden dan wakil presiden.Wahana Bina Praja (WBP) adalah Senat Mahasiswa IPDN. Karena IPDN adalah sekolah calon pamong praja, struktur dan tata kerja senat disesuaikan dengan organisasi pemerintahan daerah. Pemimpin tertinggi disebut gubernur praja, dibantu bupati/wali kota praja, camat praja, dan lurah praja. Masing-masing struktur memiliki personel dan kantor sekretariat. WBP juga mengoordinasi unit kegiatan praja. Di antaranya, drum band Gita Abdi Praja, Pramuka Praja, Wapa Manggala, penerbitan majalah Abdi Praja, Teater Persada, Search and Rescue, Sanggar Seni Praja, Klub Informatika dan Komputer, serta sejumlah klub olahraga.Duduk di deretan paling tengah gubernur praja (ketua WBP) diapit kepala biro dan para bupati/wali kota praja. Bupati adalah istilah ketua angkatan praja pria, sedangkan wali kota adalah istilah bagi ketua angkatan praja wanita. Di meja gubernur praja terdapat lonceng kuning keemasan. Seorang pemimpin upacara makan maju melapor bahwa upacara makan siap dimulai. Gubernur lantas membunyikan lonceng. Pemimpin upacara memimpin doa dan prosesi makan dimulai. Setengah jam kemudian lonceng di tangan gubernur kembali berbunyi. Pemimpin upacara kembali melapor, memimpin doa, dan membubarkan praja. Prosesi makan ditutup dengan menghormat lambang negara serta foto presiden dan wakil presiden. Ritual makan siang di gedung Menza tak lagi semagis dua bulan lalu. Hambar dan kaku. Pembekuan WBP yang diperintahkan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebabkan wewenang komando gubernur praja dilucuti.Para pejabat praja kini duduk di satu meja dengan praja seangkatannya. Tak ada lagi suara lonceng yang mengawali dan mengakhiri prosesi makan. Pengasuh praja yang mengambil alih pimpinan upacara makan.Pembekuan WBP awal April ditandai pencopotan tali koor dari pundak gubernur praja dan wali kota Dwarawati (pemimpin wanita praja angkatan 2003). Gubernur dan staf juga tak lagi menyandang emblem kuningan tanda pemegang komando praja di saku kanan. Emblem itu mirip yang dikenakan gubernur dan bupati sungguhan. Pencopotan atribut juga berlaku bagi unit kegiatan praja (UKP) yang dikoordinasi WBP. Bagi polisi praja, pembekuan ditandai pencopotan tali koor warna putih di pundak kanan. Bagi birokrat praja yang menduduki posisi camat, pembekuan ditandai pencopotan tali koor warna kuning. Pembekuan drum band Gita Abdi Praja ditandai pencopotan lencana klarinet warna merah di saku kiri. Meski dalam pernyataan yang dibacakan di hadapan Rektor IPDN Johanis Kaloh bahwa praja ikhlas kewenangannya dilucuti, banyak praja yang tak mampu membendung air mata. Praja anggota drum band tentu tak sepenuhnya rela melepas lencana karena mereka harus membayar dengan cucuran keringat dan tetesan darah selama berbulan-bulan. Pasca pembekuan WBP, sore di kampus IPDN kini benar-benar berbeda. Tak ada lagi riuh rendah praja dengan seabrek kegiatan ekstrakurikuler. Tak ada lagi gemblengan fisik bagi anggota polisi praja dan pasukan tanda kehormatan (pataka), atau suara alat musik ketika stik master dan gitapati memimpin latihan drum band. Majalah praja Abdi Praja juga berhenti terbit dua bulan lalu.Mantan Gubernur Wasana Praja Dino Aries Fahrizal mengatakan, pembekuan WBP menyebabkan praja kini tak memiliki kegiatan selepas jadwal kuliah. Biasanya, selepas makan siang, para praja sudah sibuk dengan kegiatan ektrakurikuler. "Karena biasa punya kegiatan terjadwal setiap hari, sekarang kami bingung. Karena tidak ada kegiatan, akhirnya ya mondar-mandir seperti ini saja," kata Dino.Seorang mahasiswa tingkat IV (wasana praja) berinisial VP juga mengaku gusar atas pembekuan WBP. Bukan takut menganggur, tapi dia menilai WBP merupakan salah satu ciri khas IPDN. Menurut dia, pembekuan WBP ibarat pencabutan izin penerbitan majalah mahasiswa, pencekalan terhadap aktivitas demokratisasi kampus, dan pelarangan terhadap kegiatan prestasi praja. "Ada tikus di lumbung kok lumbungnya yang dibakar. Padahal, belum tentu tikusnya ada di lumbung. Banyak praja yang melakukan kekerasan meski tidak ikut kegiatan di bawah WBP," ujar praja asal Kalimantan Selatan itu. Praja juga mengeluhkan rencana rektorat mewajibkan praja menanggalkan pakaian dinas harian yang sarat dengan atribut berbau militerisme. Rektorat awalnya berencana menerapkan seragam kemeja putih serta celana dan dasi hitam yang kini hanya dikenakan calon muda praja (praja yang belum lulus pendidikan dasar kemiliteran). Rencana itu mentah karena praja menolak."Tidak ada kaitan antara kekerasan dan pakaian dinas harian. Seragam juga tidak ada yang berkaitan dengan senioritas," tutur Dino.Pelaksana Tugas Rektor IPDN Johanis Kaloh menuturkan, perwakilan praja berargumen pakaian dinas harian adalah bagian dari identitas mereka sebagai praja IPDN. Dengan kewajiban mengenakan simbol IPDN, praja akan ingat kewajiban menjaga nama baik almamater."Selain itu, tanpa pakaian dinas, praja bisa berbuat seenaknya di luar kampus. Itu justru kontraproduktif dengan perbaikan kehidupan kampus yang diharapkan," katanya. Bagi muda praja dan madya praja, pembekuan WBP berarti kemerdekaan dari keletihan akibat kegiatan yang bertumpuk. Kini mereka bisa beristirahat lebih banyak karena tidak lagi diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakuriluler yang melelahkan usai kuliah. Dulu, usai makan siang, mereka harus berkumpul di lapangan parade dalam waktu setengah jam untuk mengikuti latihan hingga datang makan malam. Usai makan malam, mereka harus kembali berlatih hingga pukul 21.00. "Dulu saya sering ketiduran di kelas karena kecapaian mengikuti kegiatan ektrakurikuler. Kini saya lebih fresh, meski tetap harus tidur malam karena teman-teman di barak masih berolahraga atau menonton TV hingga larut," ujar Fakruddin, muda praja dari kontingen Jawa Tengah. (*)

No comments: