Friday, June 15, 2007

Pesona Sehat dari Gunung Pancar


SIANG itu tidaklah terlalu cerah. Langit diselimuti awan tebal. Sesekali rintik hujan berjatuhan. Meski cuaca tidak bersahabat, Yuli beserta sahabatnya Dini dan Fitri tetap asyik menolong Ny Budi Santoso (57), warga Jakarta, melakukan terapi berendam di bawah pancuran air hangat.
Ketiga siswa sekolah dasar (SD) kelas VI ini tampak begitu akrab bermain di bawah pancuran air panas Taman Wisata Gunung Pancar di Kampung Blok Beurih, Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Orang sering menyebut tempat wisata ini sebagai pusat kesehatan dan spiritual.
Lokasinya memang agak terpencil. Dari Perumahan Bukit Sentul, wisatawan harus menelusuri perjalanan menuju ke arah tenggara, tepatnya menuju ke Desa Karang Tengah. Setelah sampai di pertigaan, wisatawan akan dituntun dengan penunjuk arah menuju Gunung Pancar sejauh tujuh kilometer.
Sepanjang jalan itu wisatawan akan melihat pekerja kasar membelah dan mengangkut batu kali, melewati pematang sawah, dan beberapa jembatan. Sesekali ditemui truk tua yang berjaya di masa tahun 1965-an masih diparkir di pinggir jalan. Truk tak berpelat nomor itu masih digunakan mengangkut batu kali.
Setelah menelusuri jalan aspal yang belakangan ini terlibat mulai berlubang, pengunjung akan menemukan pintu masuk taman wisata air panas tersebut. Di pintu masuk ini pengunjung harus membayar tanda masuk Rp 1.000 per orang, mobil Rp 2.000, dan sepeda motor Rp 1.000. Adapun untuk keperluan berkemah wisatawan dikenai karcis Rp 5.000, sedangkan mendaki ke puncak Rp 25.000 per lima orang per hari. Pemandu wisata siap memandu wisatawan dengan bayaran Rp 25.000 per hari.
Namun, jangan salah, pintu masuk terlihat sangat tidak efektif dan cenderung merugikan wisatawan. Wisatawan yang baru pertama kali datang ke lokasi ini akan terheran-heran, sebab di pintu masuk kedua juga dipungut Rp 3.000 per orang, mobil Rp 3.000, dan sepeda motor Rp 1.500.
Di sepanjang jalan ke pancuran itu pepohonan pinus tampak berjajar di sisi kiri dan kanan. Harum aroma pinus menjadi dambaan pendaki yang ingin akrab dengan alam. Semilir angin yang berembus kuat semakin menggetarkan pepohonan nan hijau di kawasan hutan PT Perhutani yang sudah diserahkan pengelolaannya kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sejak tahun 1992.
"Sayang sekali, kawasan wisata yang begitu bagus harus dimasuki dengan membayar berkali-kali. Biaya masuk ini tidak membuat jalan menuju kawasan wisata ini bertambah baik. Entah, uang itu untuk apa. Buktinya, infrastruktur jalan semakin parah. Bagaimana mau laku tempat wisata kayak begini," ujar seorang wisatawan sambil menggerutu.
Meskipun harus bersusah payah menempuh perjalanan mendaki begitu lama dan penuh jalan berlubang, suasana sejuk dan kehangatan air panas seakan meluluhlantakkan kekesalan itu. Mereka yang semula datang dari berbagai penjuru menjadi akrab bermain di riak-riak air.
MESKIPUN belum terjalin lama, di kolam pancuran air panas yang hanya berdiameter sekitar dua meter ini, Yuli, Dini, dan Fitri tampak begitu akrab bergaul dengan Ny Budi, seperti seorang ibu yang sayang pada anak-anaknya. Kolam itu terbagi menjadi dua, satu khusus wanita dan lainnya khusus pria. Tempatnya pun masing-masing tertutup dinding setinggi 2,5 meter.
Di kolam itu mereka saling berbagi cerita, bahkan sebagian minuman perempuan itu diberikan kepada anak-anak warga Cilendek, Kota Bogor ini. Padahal, sebelum keakraban itu terjadi, Ny Budi hanya bilang, "Ibu datang ke sini mau berendam air panas. Soalnya, pinggul ibu sakit sekali. Kata dokter, saraf pinggul ibu sebelah kanan terjepit."
Ny Budi memang sudah menjalani perawatan fisioterapi di rumah sakit, tetapi beberapa orang menyarankan berendam di air hangat Gunung Pancar supaya proses penyembuhan semakin cepat.
Namun, anak-anak itu pun akhirnya memahami. Dengan tangan-tangan terampil, mereka menolong ibu itu berendam di bawah pancuran air panas berkadar kalsium dan mineral tersebut. "Ibu jangan takut, kami mau membantu ibu kok," ujar Yuli ditemani Dini dan Fitri menuntun Ny Budi berendam seluruh badan.
Yuli bersama dua temannya datang ke pancuran air panas setiap Sabtu atau Minggu. Mereka meyakini, selain air ini begitu hangat, khasiatnya juga sangat banyak bagi manusia.
"Saya merasa pelajaran di sekolah dengan mudah dapat dicerna. Saya tidak tahu persis penyebabnya," ujar Yuli.
Pesona wisata ini pantas dibanggakan dan kerap dirindukan wisatawan untuk mencari kesegaran. Namun, sayang jalan menuju kawasan wisata ini sangat buruk. (STEFANUS OSA TRIYATNA

No comments: